Analisis Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur di dalam Kelas
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang dimiliki oleh manusia. Menurut
Chaer (2010:11) bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh
sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Jadi, bahasa
adalah alat untuk berkomunikasi yang memiliki pola tersendiri yang dibentuk
oleh sejumlah komponen yang dapat dimengerti dan diterima.
Penggunaan bahasa untuk setiap individu akan berbeda-beda karena berdasarkan pengetahuan atau kemampuan dalam
menguasai bahasa itu sendiri yang disebut repertoire.
Tentu saja kemampuan berbahasa tersebut akan digunakan juga untuk berkomunikasi
satu dengan yang lainnya. Komunikasi tersebut terjalin dengan maksudnya
masing-masing. Seperti yang dituliskan Chaer (2010: 47) bahwa dalam setiap komunikasi
manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan,
maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung.
Chaer (2010: 47) menyimpulkan bahwa dalam setiap proses komunikasi terjadi
beberapa hal seperti: peristiwa tutur dan tindak tutur dalam satu situasi
tutur. Peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi akan berbeda-beda pada
setiap situasi tutur. Begitu pula yang terjadi di dalam kelas atau dalam
kegiatan belajar mengajar. Kegiatan yang terjadi di dalam kelas tidaklah lepas
dari adanya komunikasi. Komunikasi tersebut antara guru dengan siswa dan siswa
dengan siswa.
B.
Rumusan Masalah
Peristiwa tutur dan tindak tutur terjalin di kelas ketika adanya komunikasi
antara guru dengan siswa. Hal tersebut sangat menarik diteliti. Maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peristiwa
tutur yang terjadi dikelas?
2. Bagaimanakah penggunaan
tindak tutur guru dan siswa di kelas?
C. Pembatasan
Masalah
Penulis akan
membatasi pemaparan masalah yaitu hanya membahas perihal bagaimana peristiwa
tutur yang terjadi di kelas peserta penggunaan tindak tutur antara guru dengan
siswa.
BAB
II
ISI
A.
Landasan Teori
a.
Peristiwa Tutur
Peristiwa tutur adalah ujaran yang melibatkan pihak-pihak yang akan
berperan sebagai penutur dan lawan penutur. Mereka dapat sebagai pendengar
ataupun pembicara dan juga dapat berubah posisi.
Chaer (2010, 47) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau
berlangsungnya interaksi linguistik dalam suatu bentuk ujaran atau lebih yang
melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan penutur, dengan satu pokok tuturan
di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Jadi peristiwa tutur adalah serangkaian tuturan yang
memiliki maksud untuk mencapai tujuan tertentu.
Dell Hymes (1972) menambahkan dalam buku Chaer (2010: 48) bahwa suatu
peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang bila huruf-huruf
pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING.
Kedelapan komponen itu adalah: S (Setting
and scene), P (Participants), E (Ends: purpose and
goal), A (Act sequences), K (Key: tone or spirit of
act), I (Instrumentalities), N (Norms
of interaction and interpretation), G
(Genres).
Berikut adalah
pemaparan dari kedelapan komponen tersebut (SPEAKING):
1. Setting and scene (alur)
Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur belangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan
waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan
yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Misalnya
percakapan yang terjadi di Aula Universitas Pakuan pada pukul 08.00.
2.
Participants (peserta)
Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara,
pendengar, penyapa, dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dapat disimpulkan dari penjabaran Chaer
(2010: 48) bahwa peserta tersebut dapat berganti peran, seperti pembicara atau
pendengar. Misalnya, dalam percakapan yang melibatkan Ali dan Biran, mereka
adalah peserta percakapan. Selain itu, pemakaian ragam gaya bahasa (formal dan
tidak formal) yang digunakan oleh setiap peserta akan berbeda yang disesuaikan
oleh beberapa faktor seperti: tempat, waktu, dan dengan siapa kita sedang
berbicara.
3.
Ends: purpose and goal
Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Disimpulkan dari penjabaran
Chaer (2010: 49) bahwa maksud dan tujuan akan memungkinkan adanya perbedaan
antara satu orang dan lainnya.
4.
Act sequences
Act sequences, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan
dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara
apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam perkuliahan,
dalam percakapan sehari-hari, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga
dengan isi yang dibicarakan.
5.
Key
Key, mengacu pada cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan: dengan
senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan
sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukan
dengan gerak tubuh dan isyarat.
6.
Instrumentalities
Instrumentalities, mengacu pada jalur
bahasa seperti jalur lisan atau tertulis.
7.
Norms of interaction and interpretation (norma)
Norms of
interaction and interpretation, mengacu pada
norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya yang berhubungan dengan cara
berinterupsi, bertanya, dan sebagainya.
8.
Genres (jenis)
Genres mengacu pada jenis bentuk penyampaian seperti narasi, puisi,
pepatah, doa dan sebagainya.
b.
Tindak Tutur
Dalam proses komunikasi tidak hanya terjadi peristiwa tutur namun tindak
tutur. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya peristiwa tutur terdiri dari
beberapa komponen yang berada didalamnya, begitu pula tindak tutur.
Chaer (2010: 50) menyimpulkan bahwa tindak tutur merupakan gejala
individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh
kemampuan bahasa si penutur dalam mengahadapi situasi tertentu. Maka dapat
disimpulkan bahwa tindak tutur lebih menekankan pada makna dalam percakapan.
Berikut pembagian jenis kalimat yang dijabarkan oleh Chaer (2010: 50)
tentang tata bahasa tradisional yang terdiri dari tiga jenis kalimat yaitu:
1. Kalimat
deklaratif adalah kalimat yang isinya hanya meminta pendengar atau yang
mendengar kalimat itu untuk menaruh perhatian saja, tidak ada tindakan lain
selain mendengarkan saja, sebab maksud pengujar hanya untuk memberitahukan
saja.
2. Kalimat
interogatif adalah kalimat yang isinya meminta agar pendengar atau orang yang
mendengar kalimat memberi jawaban secara lisan. Jadi yang diminta bukan sekedar
perhatian, melainkan juga jawaban.
3. Sedangkan kalimat imperatif
adalah kalimat yang isinya meminta agar pendengar atau yang mendengar kalimat itu
memberi tanggapan berupa tindakan atau perbuatan yang diminta.
Austin (1962) oleh Chaer (2010: 51) membedakan kalimat deklaratif
berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstatif dan kalimat performatif, yang di
maksud dengan kalimat konstatif adalah kalimat yang berisi peryataan berkala,
sedangkan yang di maksud dengan kalimat performatif adalah kalimat yang berisi
perlakuan atau dengan kata lain, apa yang dilakukan itu adalah apa yang di
ucapkannya. Dapat disimpulkan bahwa kalimat konstatif adalah kalimat yang tidak
membutuhkan respon dari pendengar karena hanya berupa pernyataan saja. Lain
halnya dengan kalimat performatif yang akan menimbulkan respon dari pendengar
atau lawan bicara.
Austin (1962:150-163) dalam penjabaran Chaer (2010: 52) membagi kalimat
performatif menjadi lima kategori yaitu:
1.
Kalimat verdiktif, adalah kalimat pelakunya yang
menyatakan keputusan atau penilaian, misalnya “Kami menyatakan terdakwa bersalah”.
2.
Kalimat
eksersitif, adalah kalimat yang pelakunya yang menyatakan perjanjian, nasihat,
perigatan dan sebagainya, misalnya “Kami harap kalian setiju dengan keputusan
ini”
3.
Kalimat komisif,
adalah kalimat perlakuan yang dicirikan dengan perjanjian, pembicara berjanji
dengan Anda untuk melakukan sesuatu, misalnya “Besok kita menonton sepak bola”
4.
Kalimat behatitif adalah kalimat pelakuan yang
berhubungan dengan tingkah laku sosial karena seorang mendapat keberuntungan
atau kemalangan, misalnya “Saya mengucapkan atas pelantikan anda menjadi
mahasiswa teladan”
5.
Kalimat ekspositif adalah kalimat perlakuan yang memberi
penjelasan, keterangan, atau perincian kepada seseorang, misalnya “Saya
jelaskan kepada anda bahwa dia tidak bersalah”.
Ditambahkan pula dalam penjabaran Chaer (2010: 53) bahwa tindak tutur yang
berlangsung dengan kalimat performatif di rumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan
yang berlangsung sekaligus, yaitu:
1.
Tindak tutur lokusi, adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti
“berkata” atau tindak tutur dalam kalimat yang bermakna dan dapat di pahami.
Misalnya, “Ibu guru berkata kepada saya agar saya membantunya”.
2. Tindak
tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasa diidentifikasikan dengan kalimat
performatif yang eksplisit, biasanya berkenaan dengan pemberian izin,
mengucapkan salam terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan.
Misalnya, “Ibu guru menyuruh saya agar segera berangkat”. Kalau tindak
tutur ilokusi hanya berkaitan dengan makna.
3.
Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan
orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang lain
itu. Misalnya, karena adanya ucapan dokter kepada pasiennya, “Mungkin ibu
menderita penyakit jantung koroner”, maka si pasien akan panik dan bersedih.
Ucapan si dokter itu adalah tindak tutur perlokusi.
Selain itu, chaer (2010: 52) menjelaskan bahwa kalimat performatif dapat
digunakan untuk mengungkapkan sesuatu secara eksplisit dan implisit, secara
eksplisit artinya, dengan menghadirkan kata-kata yang mengacu pada pelaku (saya
atau kami). Sedangkan kalimat performatif yang implisit adalah tanpa
menghadirkan kata-kata yang menyatakan pelaku.
B.
Pembahasan
Berikut adalah data-data yang akan dianalisis berdasarkan
teori-teori yang telah dijabarkan sebelumnya:
a.
Data Percakapan
1.
Tempat : Di kelas.
Guru : Tulis pengalaman
menarik yang pernah kamu alami. bagi yang selesai dalam waktu 5 menit diberi
nilai 8! (1)
Siswa : Pengalaman apa bu? (2)
Guru :Pertanyaan yang bagus,
pengalaman apa saja. Seperti pengalaman yang menyenangkan atau menyedihkan. (3)
2. Tempat : Di kelas.
Guru : Ruangan ini gelap
sekali. (4)
3. Tempat :
Di kelas.
Guru : Jangan mengobrol apabila
ada temannya yang sedang mengemukakan pendapat. (5)
4. Tempat : Di
kelas.
Siswa : Bu,
bagaimana kalo ada siswa yang gak ngerjain tugas? (6)
Guru : Tidak akan mendapatkan
nilai. (7)
5. Tempat : Di kelas
Siswa : Bolehkah saya izin ke toilet, Pak? (8)
Guru :
Ya silahkan, saya hanya memberi waktu 3 menit. (9)
6. Tempat : Di kelas
Guru : Andi,
jangan telat lagi ya besok. (10)
Andi :
Iya bu. Saya tidak akan telat lagi. (11)
b.
Analisis Data
1.
Tempat : Di kelas.
Guru : Tulis pengalaman
menarik yang pernah kamu alami, bagi yang selesai dalam waktu 5 menit diberi
nilai 8. (1)
Siswa : Pengalaman apa bu? (2)
Guru :Pertanyaan yang bagus,
pengalaman apa saja. Seperti pengalaman yang menyenangkan atau menyedihkan. (3)
Dari data 1 maka komponen dari peristiwa tutur dapat dianalisis sebagai berikut:
Participant : Guru dan siswa
Ends : (Guru) Meminta siswa mengerjakan
latihan yang diberikan dengan waktu yang ditentukan. (1)
Act sequences : Tuturan antara guru dan siswa sama-sama berkaitan. Selain itu dalam
tuturan terdapat lokusi, ilokusi dan
perlokusi.
Key :
Pada tuturan tersebut guru terlihat serius meminta siswa mengerjakan latihan.
Karena tidak terdapat kata yang menunjukan hal lain (1). Sedangkan tuturan
siswa yang bertanya cara mengerjakan latihan menunjukan rasa ingin tahu dan
bersemangat untuk mengerjakan latihan dan mendapatkan nilai 8 (2).
Instrumentalities : Bahasa yang digunakan oleh participant
adalah lisan (1) – (3).
Norms : Guru dan siswa tidak melanggar norma.
Genres : Percakapan biasa antara guru dan siswa di
kelas.
Hasil analisis tindak
tutur dari percakapan 1 adalah:
Jenis kalimat pada tuturan (1) adalah imperatif karena terdapat kalimat
yang meminta agar pendengar memberi tanggapan berupa tindakan. Namun dalam isi
tuturan (1) terdapat kalimat performatif.
Kategori performatif yang terdapat dalam tuturan adalah verdiktif “tulis pengalaman
menarik yang pernah kamu alami, bagi yang selesai dalam waktu 5 menit diberi
nilai 8 “ dikatakan verdiktif karena berisi kalimat keputusan dan juga komisif
yaitu memberikan janji pada siswa yang mengerjakan dalam waktu 5 menit mendapat
nilai 8. Pada tuturan (3) jenis kalimatnya adalah behatitif karena guru
memberikan apresiasi bahwa pertanyaan dari muridnya sangat bagus. Jenis kalimat
performatif ekspositif tedapat pada tuturan (3) bahwa guru menjelaskan
bagaimana mengerjakan latihan yang diberikan.
Selain itu dapat juga dianalisis tiga jenis kalimat performatif dalam tuturan
percakapan 1 sebagai berikut:
a)
Lokusi, yaitu guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan. (1)
b)
Ilokusi, yaitu guru memberikan janji bahwa siswa yang mengerjakan dalam
waktu yang ditentukan akan mendapat nilai 8 dan . (1)
c)
Perlokusi, yaitu siswa mengerjakan latihan dengan semangat untuk
mendapatkan nilai 8.
2. Tempat : Di kelas.
Guru : Ruangan ini
gelap sekali. (4)
Dari data 2 maka komponen dari peristiwa tutur dapat dianalisis sebagai berikut:
Participant : Guru dan siswa. Namun
siswa hanya menjadi pendengar.
Ends : Menyatakan bahwa ruangan gelap. (4)
Act sequences : Kata-kata yang digunakan berupa pernyataan.
Key : Tuturan diujarkan dengan singkat. (4)
Instrumentalities : Bahasa yang digunakan oleh participant
adalah lisan (4)
Norms : Cara mengungkapkan biasa saja tanpa ada norma yang dilanggar dan
mempertimbangkan etika tutur.
Genres : Jenis tuturan berupa pernyataan biasa yang
menunjukan perasaan yang dirasakan petutur (4)
Hasil analisis tindak tutur dari percakapan 2 adalah:
Pada
tuturan (4) kalimat ini memungkinkan memiliki dua jenis kalimat yaitu
deklaratif dan imperatif. Dikatakan deklaratif apabila penutur hanya
memberitahukan bahwa ruangannya gelap. Namun jenis deklaratif dapat diuraikan
lagi menjadi performatif secara implisit (yang memberitahukan bahwa ruangannya
gelap dan mengharapkan adanya tindakan agar ruangan menjadi terang).
Selain
itu pada kalimat performatif. Seperti yang telah dijabarkan oleh Austin (1962:
100-102) dalam buku Chaer (2010: 53) bahwa performatif dapat dirumuskan menjadi
tiga peristiwa berikut: menjadi lokusi, ilokusi dan perlokusi. Pada tuturan (4)
tindak tutur perlokusinya adalah karena adanya tuturan (4) maka diharapkan
siswa atau seseorang dapat merespon tuturan tersebut, tentu saja dengan
tindakan.
3. Tempat :
Di kelas.
Guru : Jangan mengobrol apabila
ada temannya yang sedang mengemukakan pendapat. (5)
Dari data 3 maka komponen dari peristiwa tutur dapat dianalisis sebagai berikut:
Participant : Guru dan siswa. Namun
siswa hanya menjadi pendengar.
Ends : Jangan mengobrol apabila ada yang sedang berbicara. (5)
Act sequences : Kata-kata yang digunakan berupa pernyataan dan peringatan.
Key : tuturan diujarkan dengan singkat. (5)
Instrumentalities : Bahasa yang dipakai oleh participant
adalah lisan (5)
Norms : Cara mengungkapkan biasa saja tanpa ada norma yang dilanggar dan
mempertimbangkan etika tutur.
Genres : Pernyataan yang berisi peringatan (5)
Hasil
analisis tindak tutur dari percakapan 3 adalah:
Pada
tuturan (5) jenis kalimat yang digunakan penutur adalah imperatif. Dikatakan
imperatif karena penutur menginginkan siswa tidak lagi mengobrol ketika ada
yang sedang mengemukakan pendapat. Selain itu terdapat jenis kalimat
performatif eksersitif yaitu guru memperingati siswa untuk tidak mengobrol (5).
4. Tempat : Di
kelas.
Siswa : Bu,
bagaimana kalo ada siswa yang gak ngerjain tugas? (6)
Guru : Tidak akan mendapatkan
nilai. (7)
Dari data 4 maka komponen dari peristiwa tutur dapat dianalisis sebagai berikut:
Participant : Guru dan siswa. Siswa menggunakan gaya bahasa tidak
formal (6) tetapi guru merespon pertanyaan dengan gaya bahasa yang formal (7)
Ends : Siswa ingin mengetahui sanksi yang didapat apabila tidak mengumpulkan
tugas (6).
Act sequences : Kata-kata yang digunakan bercampur karena adanya gaya bahasa baku (7)
dan tidak baku (6).
Key : Siswa bertutur dengan serius (6) karena
ingin mengetahui sesuatu dari guru nya. Guru menjawab dengan singkat dan tegas
(7)
Instrumentalities : Bahasa yang dipakai oleh participant
adalah lisan (5)
Norms : Adanya etika tutur yang kurang sesuai (6) karena seharusnya di kelas
menggunakan ragam bahasa formal.
Genres : Jenis tuturan biasa yang sering dilakukan di
kelas.
Hasil analisis tindak tutur dari percakapan 4 adalah:
Pada tuturan (6) jenis kalimatnya adalah: interogatif karena meminta
jawaban atas pertanyaan yang diujarkan. Namun pada tuturan (7) jenis kalimatnya
adalah deklaratif-performatif dan imperatif. Dikatakan performatif (implisit)
karena penutur (7) ingin siswa mengerjakan tugas yang telah diberikan dan
(eksersitif) karena guru memperingati untuk tidak melakukannya.
5. Tempat : Di kelas
Siswa : Bolehkah saya izin ke toilet, Pak? (8)
Guru :
Ya silahkan, saya hanya memberi waktu 3 menit. (9)
Dari data 5 maka komponen dari peristiwa tutur dapat dianalisis sebagai berikut:
Participant : Guru dan siswa.
Ends : Siswa ingin meminta izin untuk keluar kelas. (8)
Act sequences : Kata-kata yang digunakan sesuai dengan situasi.
Key : Siswa bertutur dengan serius (8).
Instrumentalities : Bahasa yang dipakai oleh participant
adalah lisan.
Norms :Tidak ada norma yang dilanggar dan sesuai dengan etika tutur.
Genres : Jenis tuturan biasa yang sering dilakukan di
kelas.
Hasil analisis tindak tutur dari percakapan 5 adalah:
Jenis kalimat pada tuturan (8) adalah kalimat interogatif karena siswa
meminta jawaban dari guru untuk memberikan izin. Kemudian jawaban dari guru (9) merupakan
jenis kalimat komisif karena terdapat perjanjian bahwa dapat keluar ruangan
hanya dalam waktu 3 menit.
6. Tempat : Di kelas
Guru : Andi,
jangan terlambat lagi ya besok. (10)
Andi : Iya bu. Saya tidak
akan telat lagi. (11)
Dari data 6 maka komponen dari peristiwa tutur dapat dianalisis sebagai berikut:
Participant : Guru dan siswa (Andi).
Ends : Memperingati Andi untuk datang tepat waktu.
Act sequences : Kata-kata yang digunakan sesuai dengan situasi.
Key :
Guru bertutur dengan serius (10)
Instrumentalities : Bahasa yang dipakai oleh participant
adalah lisan.
Norms :Tidak ada norma yang dilanggar dan sesuai dengan etika tutur.
Genres : Jenis tuturan adalah peringatan.
Hasil analisis tindak tutur dari percakapan 6 adalah:
Jenis kalimat pada tuturan (10) adalah imperatif karena guru meminta agar
Andi tidak lagi datang terlambat (tindakan). Pada tuturan (11) jenis kalimatnya
adalah performatif-komisif karena Andi berjanji tidak akan telambat lagi.
BAB III
KESIMPULAN
Peristiwa tutur adalah serangkaian tuturan yang memiliki maksud untuk
mencapai tujuan tertentu. Sedangkan tindak tutur adalah tuturan yang difokuskan
pada makna yang tedapat didalamnya.
Memahami tuturan dengan baik dalam suatu situasi tutur bukanlah
hal yang mudah. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal seperti: kurangnya
pemahaman berbahasa yang baik, kemampuan berbahasa, dan kurangnya rasa
menghargai terhadap lawan bicara sehingga makna yang disampaikan tidak dianggap
penting. Sehingga dibutuhkan proses untuk dapat memahami tuturan dengan baik
dan sesuai dengan apa yang diinginkan. Seperti yang dikemukakan oleh Finegan
(2004: 294) yang dapat disimpulkan bahwa memahami bahasa tidaklah mudah karena
tidak cukup hanya dengan kemampuan mendapatkan maksud dari pembicara namun
memahami untuk kembali diujarkan.
Hasil analisis dari beberapa data di
atas menunjukan bahwa memahami peristiwa
tutur maupun tindak tutur dalam suatu situasi tutur akan berdampak pada
beberapa hal dibawah ini:
1. Menjadikan komunikasi
yang baik antara pendengar dan pembicara.
2. Mencegah terjadinya salah
faham dari maksud yang akan disampaikan.
3.
Agar terjalin saling mengerti dan dapat memposisikan diri dengan baik.
4.
Kemampuan ini akan sangat penting untuk menafsirkan makna yang diujarkan
oleh pembicara yang menjadi lawan bicara kita.
Menggunakan jenis
kalimat yang tidak sesuai di kelas akan menimbulkan kesalahpahaman yang artinya
tujuan tidak akan tersampaikan dengan baik. Maka sebagai guru khususnya harus
bisa memaksimalkan kemampuan bahasa dengan cara menggunakan dan memilih jenis
kalimat yang akan diujarkan kepada muridnya di kelas dengan baik agar tidak
terjadi hal-hal yang akan merugikan.
Demikianlah jenis peristiwa tutur dan tindak tutur yang dapat
dianalisis dari percakapan yang terjadi di kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta
Finegan,
Edward. 2004. Language: Its Structure and
Use, Fourth Edition. United States: Wadsworth