Minggu, 21 Juli 2013

Analisis Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur di dalam Kelas - Sociolinguistics



Analisis Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur di dalam Kelas

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang dimiliki oleh manusia. Menurut Chaer (2010:11) bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Jadi, bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang memiliki pola tersendiri yang dibentuk oleh sejumlah komponen yang dapat dimengerti dan diterima.
Penggunaan bahasa untuk setiap individu akan berbeda-beda karena  berdasarkan pengetahuan atau kemampuan dalam menguasai bahasa itu sendiri yang disebut repertoire. Tentu saja kemampuan berbahasa tersebut akan digunakan juga untuk berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Komunikasi tersebut terjalin dengan maksudnya masing-masing. Seperti yang dituliskan Chaer (2010: 47) bahwa dalam setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung.
Chaer (2010: 47) menyimpulkan bahwa dalam setiap proses komunikasi terjadi beberapa hal seperti: peristiwa tutur dan tindak tutur dalam satu situasi tutur. Peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi akan berbeda-beda pada setiap situasi tutur. Begitu pula yang terjadi di dalam kelas atau dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan yang terjadi di dalam kelas tidaklah lepas dari adanya komunikasi. Komunikasi tersebut antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.



B.    Rumusan Masalah
Peristiwa tutur dan tindak tutur terjalin di kelas ketika adanya komunikasi antara guru dengan siswa. Hal tersebut sangat menarik diteliti. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.     Bagaimanakah peristiwa tutur yang terjadi dikelas?
2.     Bagaimanakah penggunaan tindak tutur guru dan siswa di kelas?

C.     Pembatasan Masalah
Penulis akan membatasi pemaparan masalah yaitu hanya membahas perihal bagaimana peristiwa tutur yang terjadi di kelas peserta penggunaan tindak tutur antara guru dengan siswa.













BAB II
ISI

A.    Landasan Teori
a.     Peristiwa Tutur
Peristiwa tutur adalah ujaran yang melibatkan pihak-pihak yang akan berperan sebagai penutur dan lawan penutur. Mereka dapat sebagai pendengar ataupun pembicara dan juga dapat berubah posisi.
Chaer (2010, 47) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam suatu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan penutur, dengan satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Jadi peristiwa tutur adalah serangkaian tuturan yang memiliki maksud untuk mencapai tujuan tertentu.
Dell Hymes (1972) menambahkan dalam buku Chaer (2010: 48) bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING.
Kedelapan komponen itu adalah: S (Setting and scene), P (Participants), E (Ends: purpose and goal), A (Act sequences), K (Key: tone or spirit of act), I (Instrumentalities), N (Norms of interaction and interpretation), G (Genres).
Berikut adalah pemaparan dari kedelapan komponen tersebut (SPEAKING):
1.       Setting and scene (alur)
Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur belangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Misalnya percakapan yang terjadi di Aula Universitas Pakuan pada pukul 08.00.

2.     Participants (peserta)
Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara, pendengar, penyapa, dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan).  Dapat disimpulkan dari penjabaran Chaer (2010: 48) bahwa peserta tersebut dapat berganti peran, seperti pembicara atau pendengar. Misalnya, dalam percakapan yang melibatkan Ali dan Biran, mereka adalah peserta percakapan. Selain itu, pemakaian ragam gaya bahasa (formal dan tidak formal) yang digunakan oleh setiap peserta akan berbeda yang disesuaikan oleh beberapa faktor seperti: tempat, waktu, dan dengan siapa kita sedang berbicara.
3.     Ends: purpose and goal
Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Disimpulkan dari penjabaran Chaer (2010: 49) bahwa maksud dan tujuan akan memungkinkan adanya perbedaan antara satu orang dan lainnya.

4.     Act sequences
Act sequences, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam perkuliahan, dalam percakapan sehari-hari, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.
5.     Key
Key, mengacu pada cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukan dengan gerak tubuh dan isyarat.
6.     Instrumentalities
Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa seperti jalur lisan atau tertulis.

7.     Norms of interaction and interpretation (norma)
Norms of interaction and interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya.

8.     Genres (jenis)
Genres mengacu  pada jenis bentuk penyampaian  seperti narasi, puisi, pepatah, doa dan sebagainya.

b.     Tindak Tutur
Dalam proses komunikasi tidak hanya terjadi peristiwa tutur namun tindak tutur. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya peristiwa tutur terdiri dari beberapa komponen yang berada didalamnya, begitu pula tindak tutur.
Chaer (2010: 50) menyimpulkan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam mengahadapi situasi tertentu. Maka dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lebih menekankan pada makna dalam percakapan.
Berikut pembagian jenis kalimat yang dijabarkan oleh Chaer (2010: 50) tentang tata bahasa tradisional yang terdiri dari tiga jenis kalimat yaitu:
1.      Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya hanya meminta pendengar atau yang mendengar kalimat itu untuk menaruh perhatian saja, tidak ada tindakan lain selain mendengarkan saja, sebab maksud pengujar hanya untuk memberitahukan saja.
2.      Kalimat interogatif adalah kalimat yang isinya meminta agar pendengar atau orang yang mendengar kalimat memberi jawaban secara lisan. Jadi yang diminta bukan sekedar perhatian, melainkan juga jawaban.
3.      Sedangkan kalimat imperatif adalah kalimat yang isinya meminta agar  pendengar atau yang mendengar kalimat itu memberi tanggapan berupa tindakan atau perbuatan yang diminta.
Austin (1962) oleh Chaer (2010: 51) membedakan kalimat deklaratif berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstatif dan kalimat performatif, yang di maksud dengan kalimat konstatif adalah kalimat yang berisi peryataan berkala, sedangkan yang di maksud dengan kalimat performatif adalah kalimat yang berisi perlakuan atau dengan kata lain, apa yang dilakukan itu adalah apa yang di ucapkannya. Dapat disimpulkan bahwa kalimat konstatif adalah kalimat yang tidak membutuhkan respon dari pendengar karena hanya berupa pernyataan saja. Lain halnya dengan kalimat performatif yang akan menimbulkan respon dari pendengar atau lawan bicara.
Austin (1962:150-163) dalam penjabaran Chaer (2010: 52) membagi kalimat performatif menjadi lima kategori yaitu:
1.                Kalimat verdiktif, adalah kalimat  pelakunya yang menyatakan keputusan atau penilaian, misalnya  “Kami menyatakan terdakwa bersalah”.
2.                 Kalimat eksersitif, adalah kalimat yang pelakunya yang menyatakan perjanjian, nasihat, perigatan dan sebagainya, misalnya “Kami harap kalian setiju dengan keputusan ini”
3.                 Kalimat komisif, adalah kalimat perlakuan yang dicirikan dengan perjanjian, pembicara berjanji dengan Anda untuk melakukan sesuatu, misalnya “Besok kita menonton sepak bola”
4.                Kalimat behatitif adalah kalimat pelakuan yang berhubungan dengan tingkah laku sosial karena seorang mendapat keberuntungan atau kemalangan, misalnya “Saya mengucapkan atas pelantikan anda menjadi mahasiswa teladan”
5.                Kalimat ekspositif adalah kalimat perlakuan yang memberi penjelasan, keterangan, atau perincian kepada seseorang, misalnya “Saya jelaskan kepada anda bahwa dia tidak bersalah”.
Ditambahkan pula dalam penjabaran Chaer (2010: 53) bahwa tindak tutur yang berlangsung dengan kalimat performatif di rumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu:
1.        Tindak tutur lokusi, adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam kalimat yang bermakna dan dapat di pahami. Misalnya, “Ibu guru berkata kepada saya agar saya membantunya”.
2.        Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasa diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit, biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan salam terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan. Misalnya, “Ibu guru menyuruh saya  agar segera berangkat”. Kalau tindak tutur ilokusi hanya berkaitan dengan makna.
3.        Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang lain itu. Misalnya, karena adanya ucapan dokter kepada pasiennya, “Mungkin ibu menderita penyakit jantung koroner”, maka si pasien akan panik dan bersedih. Ucapan si dokter itu adalah tindak tutur perlokusi.
Selain itu, chaer (2010: 52) menjelaskan bahwa kalimat performatif dapat digunakan untuk mengungkapkan sesuatu secara eksplisit dan implisit, secara eksplisit artinya, dengan menghadirkan kata-kata yang mengacu pada pelaku (saya atau kami). Sedangkan kalimat performatif yang implisit adalah tanpa menghadirkan kata-kata yang menyatakan pelaku.
B.    Pembahasan
Berikut adalah  data-data yang akan dianalisis berdasarkan teori-teori yang telah dijabarkan sebelumnya:  
a.     Data Percakapan
1.     Tempat    : Di kelas.
Guru         : Tulis pengalaman menarik yang pernah kamu alami. bagi yang selesai dalam waktu 5 menit diberi nilai 8! (1)
Siswa        : Pengalaman apa bu? (2)
Guru       :Pertanyaan yang bagus, pengalaman apa saja. Seperti pengalaman yang menyenangkan atau menyedihkan. (3)
2.     Tempat    : Di kelas.
Guru        : Ruangan ini gelap sekali. (4)
3.     Tempat    : Di kelas.
Guru       : Jangan mengobrol apabila ada temannya yang sedang mengemukakan pendapat. (5)
4.     Tempat    :  Di kelas.
Siswa       : Bu, bagaimana kalo ada siswa yang gak ngerjain tugas? (6)
Guru        : Tidak akan mendapatkan nilai. (7)
5.     Tempat    : Di kelas
Siswa       : Bolehkah saya izin ke toilet, Pak? (8)
Guru        : Ya silahkan, saya hanya memberi waktu 3 menit. (9)
6.     Tempat    : Di kelas
Guru        : Andi, jangan telat lagi ya besok. (10)
Andi         : Iya bu. Saya tidak akan telat lagi. (11)
b.     Analisis Data
1.     Tempat      : Di kelas.
Guru         : Tulis pengalaman menarik yang pernah kamu alami, bagi yang selesai dalam waktu 5 menit diberi nilai 8. (1)
Siswa        : Pengalaman apa bu? (2)
Guru       :Pertanyaan yang bagus, pengalaman apa saja. Seperti pengalaman yang menyenangkan atau menyedihkan. (3)
Dari data 1 maka komponen dari peristiwa tutur dapat dianalisis  sebagai berikut:
Participant        : Guru dan siswa
Ends                      : (Guru)  Meminta siswa mengerjakan latihan yang diberikan dengan waktu yang ditentukan. (1)
Act sequences    : Tuturan antara guru dan siswa sama-sama berkaitan. Selain itu dalam tuturan terdapat lokusi, ilokusi dan  perlokusi.
Key                        : Pada tuturan tersebut guru terlihat serius meminta siswa mengerjakan latihan. Karena tidak terdapat kata yang menunjukan hal lain (1). Sedangkan tuturan siswa yang bertanya cara mengerjakan latihan menunjukan rasa ingin tahu dan bersemangat untuk mengerjakan latihan dan mendapatkan nilai 8 (2).
Instrumentalities         : Bahasa yang digunakan oleh participant adalah lisan (1) – (3).
Norms                 : Guru dan siswa tidak melanggar norma.
Genres                : Percakapan biasa antara guru dan siswa di kelas.
          Hasil analisis tindak tutur dari percakapan 1 adalah:
Jenis kalimat pada tuturan (1) adalah imperatif karena terdapat kalimat yang meminta agar pendengar memberi tanggapan berupa tindakan. Namun dalam isi tuturan (1) terdapat kalimat performatif.
Kategori performatif yang terdapat dalam tuturan adalah verdiktif “tulis pengalaman menarik yang pernah kamu alami, bagi yang selesai dalam waktu 5 menit diberi nilai 8 “ dikatakan verdiktif karena berisi kalimat keputusan dan juga komisif yaitu memberikan janji pada siswa yang mengerjakan dalam waktu 5 menit mendapat nilai 8. Pada tuturan (3) jenis kalimatnya adalah behatitif karena guru memberikan apresiasi bahwa pertanyaan dari muridnya sangat bagus. Jenis kalimat performatif ekspositif tedapat pada tuturan (3) bahwa guru menjelaskan bagaimana mengerjakan latihan yang diberikan.
Selain itu dapat juga dianalisis tiga jenis kalimat performatif dalam tuturan percakapan 1 sebagai berikut:
a)     Lokusi, yaitu guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan. (1)
b)    Ilokusi, yaitu guru memberikan janji bahwa siswa yang mengerjakan dalam waktu yang ditentukan akan mendapat nilai 8 dan . (1)
c)     Perlokusi, yaitu siswa mengerjakan latihan dengan semangat untuk mendapatkan nilai 8.  

2.     Tempat                : Di kelas.
Guru                    : Ruangan ini gelap sekali. (4)
Dari data 2 maka komponen dari peristiwa tutur dapat dianalisis  sebagai berikut:
Participant          : Guru dan siswa. Namun siswa hanya menjadi pendengar.
Ends                      : Menyatakan bahwa ruangan gelap. (4)
Act sequences    : Kata-kata yang digunakan berupa pernyataan.
Key                        : Tuturan diujarkan dengan singkat. (4)
Instrumentalities         : Bahasa yang digunakan oleh participant adalah lisan (4)
Norms                  : Cara mengungkapkan biasa saja tanpa ada norma yang dilanggar dan mempertimbangkan etika tutur.
Genres                : Jenis tuturan berupa pernyataan biasa yang menunjukan perasaan yang dirasakan petutur (4)
Hasil analisis tindak tutur dari percakapan 2 adalah:
Pada tuturan (4) kalimat ini memungkinkan memiliki dua jenis kalimat yaitu deklaratif dan imperatif. Dikatakan deklaratif apabila penutur hanya memberitahukan bahwa ruangannya gelap. Namun jenis deklaratif dapat diuraikan lagi menjadi performatif secara implisit (yang memberitahukan bahwa ruangannya gelap dan mengharapkan adanya tindakan agar ruangan menjadi terang).
Selain itu pada kalimat performatif. Seperti yang telah dijabarkan oleh Austin (1962: 100-102) dalam buku Chaer (2010: 53) bahwa performatif dapat dirumuskan menjadi tiga peristiwa berikut: menjadi lokusi, ilokusi dan perlokusi. Pada tuturan (4) tindak tutur perlokusinya adalah karena adanya tuturan (4) maka diharapkan siswa atau seseorang dapat merespon tuturan tersebut, tentu saja dengan tindakan.
3.     Tempat    : Di kelas.
Guru       : Jangan mengobrol apabila ada temannya yang sedang mengemukakan pendapat. (5)
Dari data 3 maka komponen dari peristiwa tutur dapat dianalisis  sebagai berikut:
Participant          : Guru dan siswa. Namun siswa hanya menjadi pendengar.
Ends                      : Jangan mengobrol apabila ada yang sedang berbicara. (5)
Act sequences    : Kata-kata yang digunakan berupa pernyataan dan peringatan.
Key                        : tuturan diujarkan dengan singkat. (5)
Instrumentalities         : Bahasa yang dipakai oleh participant adalah lisan (5)
Norms                  : Cara mengungkapkan biasa saja tanpa ada norma yang dilanggar dan mempertimbangkan etika tutur.
Genres                : Pernyataan yang berisi peringatan (5)
Hasil analisis tindak tutur dari percakapan 3 adalah:
Pada tuturan (5) jenis kalimat yang digunakan penutur adalah imperatif. Dikatakan imperatif karena penutur menginginkan siswa tidak lagi mengobrol ketika ada yang sedang mengemukakan pendapat. Selain itu terdapat jenis kalimat performatif eksersitif yaitu guru memperingati siswa untuk tidak mengobrol (5).
4.     Tempat    :  Di kelas.
Siswa       : Bu, bagaimana kalo ada siswa yang gak ngerjain tugas? (6)
Guru        : Tidak akan mendapatkan nilai. (7)
Dari data 4 maka komponen dari peristiwa tutur dapat dianalisis  sebagai berikut:
Participant          : Guru dan siswa. Siswa menggunakan gaya bahasa tidak formal (6) tetapi guru merespon pertanyaan dengan gaya bahasa yang formal (7)
Ends                      : Siswa ingin mengetahui sanksi yang didapat apabila tidak mengumpulkan tugas (6).
Act sequences    : Kata-kata yang digunakan bercampur karena adanya gaya bahasa baku (7) dan tidak baku (6).
Key                        : Siswa bertutur dengan serius (6) karena ingin mengetahui sesuatu dari guru nya. Guru menjawab dengan singkat dan tegas (7)
Instrumentalities         : Bahasa yang dipakai oleh participant adalah lisan (5)
Norms                  : Adanya etika tutur yang kurang sesuai (6) karena seharusnya di kelas menggunakan ragam bahasa formal.
Genres                : Jenis tuturan biasa yang sering dilakukan di kelas.
Hasil analisis tindak tutur dari percakapan 4 adalah:
Pada tuturan (6) jenis kalimatnya adalah: interogatif karena meminta jawaban atas pertanyaan yang diujarkan. Namun pada tuturan (7) jenis kalimatnya adalah deklaratif-performatif dan imperatif. Dikatakan performatif (implisit) karena penutur (7) ingin siswa mengerjakan tugas yang telah diberikan dan (eksersitif) karena guru memperingati untuk tidak melakukannya.
5.     Tempat    : Di kelas
Siswa       : Bolehkah saya izin ke toilet, Pak? (8)
Guru        : Ya silahkan, saya hanya memberi waktu 3 menit. (9)
Dari data 5 maka komponen dari peristiwa tutur dapat dianalisis  sebagai berikut:
Participant          : Guru dan siswa.
Ends                      : Siswa ingin meminta izin untuk keluar kelas. (8)
Act sequences    : Kata-kata yang digunakan sesuai dengan situasi.
Key                        : Siswa bertutur dengan serius (8).
Instrumentalities         : Bahasa yang dipakai oleh participant adalah lisan.
Norms                  :Tidak ada norma yang dilanggar dan sesuai dengan etika tutur.
Genres                : Jenis tuturan biasa yang sering dilakukan di kelas.
Hasil analisis tindak tutur dari percakapan 5 adalah:
Jenis kalimat pada tuturan (8) adalah kalimat interogatif karena siswa meminta jawaban dari guru untuk memberikan izin.  Kemudian jawaban dari guru (9) merupakan jenis kalimat komisif karena terdapat perjanjian bahwa dapat keluar ruangan hanya dalam waktu 3 menit.

6.     Tempat    : Di kelas
Guru        : Andi, jangan terlambat lagi ya besok. (10)
Andi         : Iya bu. Saya tidak akan telat lagi. (11)
Dari data 6 maka komponen dari peristiwa tutur dapat dianalisis  sebagai berikut:
Participant          : Guru dan siswa (Andi).
Ends                      : Memperingati Andi untuk datang tepat waktu.
Act sequences    : Kata-kata yang digunakan sesuai dengan situasi.
Key                        : Guru bertutur dengan serius (10)
Instrumentalities         : Bahasa yang dipakai oleh participant adalah lisan.
Norms                  :Tidak ada norma yang dilanggar dan sesuai dengan etika tutur.
Genres                : Jenis tuturan adalah peringatan.
Hasil analisis tindak tutur dari percakapan 6 adalah:
Jenis kalimat pada tuturan (10) adalah imperatif karena guru meminta agar Andi tidak lagi datang terlambat (tindakan). Pada tuturan (11) jenis kalimatnya adalah performatif-komisif karena Andi berjanji tidak akan telambat lagi.


















BAB III
KESIMPULAN
            Peristiwa tutur adalah serangkaian tuturan yang memiliki maksud untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan tindak tutur adalah tuturan yang difokuskan pada makna yang tedapat didalamnya.
Memahami tuturan dengan baik dalam suatu situasi tutur bukanlah hal yang mudah. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal seperti: kurangnya pemahaman berbahasa yang baik, kemampuan berbahasa, dan kurangnya rasa menghargai terhadap lawan bicara sehingga makna yang disampaikan tidak dianggap penting. Sehingga dibutuhkan proses untuk dapat memahami tuturan dengan baik dan sesuai dengan apa yang diinginkan. Seperti yang dikemukakan oleh Finegan (2004: 294) yang dapat disimpulkan bahwa memahami bahasa tidaklah mudah karena tidak cukup hanya dengan kemampuan mendapatkan maksud dari pembicara namun memahami untuk kembali diujarkan.
            Hasil analisis dari beberapa data di atas menunjukan bahwa  memahami peristiwa tutur maupun tindak tutur dalam suatu situasi tutur akan berdampak pada beberapa hal dibawah ini:
1.     Menjadikan komunikasi yang baik antara pendengar dan pembicara.
2.     Mencegah terjadinya salah faham dari maksud yang akan disampaikan.
3.     Agar terjalin saling mengerti dan dapat memposisikan diri dengan baik.
4.     Kemampuan ini akan sangat penting untuk menafsirkan makna yang diujarkan oleh pembicara yang menjadi lawan bicara kita.
Menggunakan jenis kalimat yang tidak sesuai di kelas akan menimbulkan kesalahpahaman yang artinya tujuan tidak akan tersampaikan dengan baik. Maka sebagai guru khususnya harus bisa memaksimalkan kemampuan bahasa dengan cara menggunakan dan memilih jenis kalimat yang akan diujarkan kepada muridnya di kelas dengan baik agar tidak terjadi hal-hal yang akan merugikan.
Demikianlah jenis peristiwa tutur dan tindak tutur yang dapat dianalisis dari percakapan yang terjadi di kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta
Finegan, Edward. 2004. Language: Its Structure and Use, Fourth Edition. United States: Wadsworth